Rabu, 31 Maret 2010

Pengembangan Potensi Diri

Pengembangan Potensi Diri


Pengembangan Pribadi melalui Pengenalan Diri
Pengembangan potensi diri adalah suatu usaha atau proses yang terus menerus menuju pribadi yang mantap dan sukses. Pribadi yang mantap dalam artian menuju kepada kedewasaan mental, sedangkan pribadi yang sukses dalam artian pribadi yang mampu tampil sebagai pemenang dengan mengalahkan semua unsur negatif dalam diri kita. Salah satu cara untuk mengetahui apakah kita telah mencapai perkembangan diri secara optimal atau mencapai pribadi yang sukses dan mantap adalah dengan mengenal diri sendiri. Mengenal diri sendiri dalam artian memperoleh pengetahuan tentang totalitas diri yang tepat dengan menyadari kekuatan dan kelemahan masing-masing.
Pengenalan diri sangat diperlukan dalam mengembangkan potensi-potensi yang positif serta meminimalisasi potensi-potensi yang negatif. Pengenalan diri dapat melalui (1) introspeksi diri, (2) umpan balik dari orang lain, dan (3) test psikologi.
Introspeksi diri
Introspeksi diri merupakan peninjauan terhadap (perbuatan, sikap, kelemahan, kesalahan, dan sebagainya) diri sendiri atau disebut juga dengan mawas diri. Introspeksi diri dilakukan, karena kita sendiri yang paling mengetahui diri sendiri, dengan mendengarkan suara hati yang paling dalam dan dilakukan secara jujur. Misalnya : merenungkan diri sendiri dan menuangkan potensi-potensi yang ada pada diri sendiri ke dalam tabel kekuatan diri dan kelemahan diri.
Introspeksi diri akan sulit dilakukan apabila kita tidak mengetahui potensi diri sendiri, baik yang positif maupun yang negatif. Untuk mengetahui potensi yang tersembunyi dari diri kita atau kita tidak mengetahuinya, kita dapat meminta bantuan orang lain.
Umpan Balik
Orang lainlah yang akan selalu menilai kebiasaan perilaku kita. Pengenalan diri melalui orang lain dapat dilakukan dengan meminta umpan balik tentang potensi diri baik yang positif maupun yang negatif.
Bila kita ingin menggunakan umpan balik sebagai alat untuk membantu orang lain mengembangkan pribadinya agar umpan balik yang dimaksud untuk kebaikan orang lain, benar-benar efektif. Sebaliknya, dapat menyebabkan salah mengerti dan bahkan dapat diakhiri dengan perasaan tersinggung, tegang, kesal, jengkel, marah, sedih, frustasi, dan menimbulkan pertikaian. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberikan umpan balik adalah :
1. Tujuan. Umpan balik benar-benar untuk kebaikan orang khususnya orang terdekat dan bukan sekedar untuk menghilangkan kejengkelan kita atau sekedar iseng saja.
2. Umpan balik positif dan negatif. Umpan balik tidak hanya untuk hal-hal yang negatif saja pada seseorang (kelemahan atau kekurangannya), tetapi juga untuk hal-hal yang positif (kekuatan atau kelebihannya). Seringkali orang tidak sadar akan kelebihannya dan kekurangannya. Menyadari kelebihannya akan sangat membantu untuk mengembangkan dan menyadari kekurangannya akan membantu untuk menguranginya.
3. Dapat diperbaiki. Di dunia ini tidak ada manusia yang persis sama 100 %, meskipun anak kembar karena memiliki perbedaan pada watak dan perilaku. Watak manusia akan sulit untuk dirubah tetapi sebaliknya, perilaku dapat dirubah dan diperbaiki. Jadi kita harus mengetahui dengan benar apa yang akan kita umpanbalikkan, watak atau perilaku. Bila yang akan diumpanbalikkan adalah hal yang negatif sebaiknya kita harus mengetahui terlebih dahulu apakah kekurangan tersebut dapat diperbaiki atau tidak. Bila tidak dapat diperbaiki, umpan balik, jangan diberikan, karena kecuali tidak akan efektif, juga akan mendatangkan akibat negatif yang lebih besar.
4. Siap menerima. Untuk dapat menerima umpan balik terutama yang bersifat negatif, membutuhkan taraf kedewasaan (sikap diri dewasa) tertentu agar dapat memperbaiki kekurangannya. Sikap diri dewasa akan tampak ketika menghadapi persoalan secara cerdas, terarah, tidak berpihak, menggunakan otak, dan mencari pemecahan terbaik atau pun mengumpulkan informasi.
5. Hubungan antara pemberi dan penerima umpan balik. Umpan balik akan lebih efektif bila antara pemberi dan penerima sudah saling mengenal cukup baik, seperti : suami istri, ibu anak, dan sebagainya.
6. Waktu yang tepat. Secara sadar maupun tidak, sikap diri kita sering berubah-ubah dari sikap diri yang satu ke sikap diri yang lain, dalam menghadapi satu masalah yang sama. Kita diharapkan harus pandai menentukan “sikap diri” yang cocok dan perlu dipikirkan saat yang tepat untuk pemberian umpan balik. Dengan mempertimbangkan keadaan emosional penerima. Apakah ia sedang tenang, gelisah, marah-marah, tergesa-gesa, dan sebagainya ? Kecuali apabila penerima siap untuk dapat menerima umpan balik. Perlu diketahui menurut seorang ahli jiwa dari California, Dr. Eric Berne, setiap manusia memiliki tiga sikap diri (ego state) yaitu (1) sikap diri orang tua, (2) sikap diri dewasa, dan (3) sikap diri anak-anak.
7. Siapkan alternatif-alternatif. Ada kemungkinan besar bahwa setelah seseorang menerima umpan balik yang negatif, ia akan menanyakan tindakan-tindakan perbaikan kepada pemberi umpan balik. Dalam hal ini sebaiknya pemberi umpan balik sudah siap dengan beberapa alternatif yang mungkin dapat dipergunakan, kalaupun alternatif-alternatif yang disarankan tidak dapat dipergunakan, pemberi umpan balik telah memberi kesan yang sangat positif bagi penerima, yakni bahwa pemberi umpan balik tidak hanya melihat kekurangan-kekurangan, tetapi juga telah berusaha memikirkan perbaikan-perbaikannya, demi kepentingan penerima.
8. Non-evaluatif. Pada umumnya tidak ada orang yang senang dinilai, lebih-lebih secara negatif. Umpan balik yang efektif sebaiknya diberikan dalam bentuk non-evaluatif. Dalam hal ini, dapat disarankan untuk menggunakan kalimat-kalimat yang menunjukkan kesan baik yang diperoleh dari pemberi umpan balik. Misalnya : Bila yang akan diumpanbalikkan adalah mengenai sikap yang terlalu agresif dari seseorang, maka kita tidak mengatakan “Sikap saudara terlalu agresif” atau “Sikap saudara kurang baik karena terlalu kasar”, tetapi “Saya sering merasa takut atau tidak berani berbicara bila berhadapan dengan saudara dalam suatu Diskusi”. Cara ini kecuali non-evaluatif, sekaligus juga memberi kelonggaran bagi penerima untuk membantah atau bertanya, dan mengundangnya untuk berfikir dan menarik Kesimpulan sendiri (mengapa orang lain merasa takut berbicara dengan dia ?)
9. Satu umpan balik. Pada umumnya orang hanya tahan untuk menerima satu umpan balik yang negatif pada sesaat, dengan kata lain, berikanlah satu persatu umpan balik dengan jeda waktu tertentu. Janganlah memberi umpan balik negatif yang terlalu banyak pada satu saat, karena hal ini hanya akan membingungkan dan mungkin mematahkan semangat seseorang.
10. Dialog. Pemberian umpan balik, baik umpan balik positif maupun umpan balik negatif, sebaiknya memberikan kesan untuk berdiskusi, karena biasanya penerima, menginginkan penjelasan-penjelasan lebih banyak. Berilah ia kesempatan dan sediakanlah waktu untuk maksud tersebut.
Hal-hal tersebut di atas sebaiknya diperhatikan benar-benar, supaya umpan balik dapat efektif dan akibat-akibat negatif dapat dicegah. Khususnya no. 8, bila tidak mungkin untuk memberikan umpan balik secara non-evaluatif, dapat juga orang memberikan terlebih dahulu umpan balik mengenai hal-hal yang positif. Biasanya orang menjadi lebih siap untuk menerima umpan balik yang negatif setelah ia menerima umpan balik yang positif.
Test psikologis
Pengenalan diri melalui test psikologis dilakukan karena potensi diri yang dimiliki tidak diketahui oleh kita sendiri dan orang lain. Tes ini dilaksanakan dengan cara pengisian instrumen-instrumen yang telah dirancang untuk mengenal diri sendiri. Dari hasil pengisian tersebut akan didapat dimensi tipologi seperti : (1) Extrovertion, (2) Introvertion, (3) Intuition, (4) Sensation, (5) Thinking, (6) Feeling, (7) Judging, dan (8) Perceiving. Dari 8 (delapan) tipologi tersebut, David Kersey mengklasifikasikan menjadi 16 (enam belas) tipologi manusia yang membedakan perilaku-perilakunya.
Cara yang paling cocok untuk lebih mengenal diri sendiri adalah berpulang kepada diri sendiri. Namun yang jelas, kita harus meluangkan waktu untuk melihat bagaimana keadaan diri kita yang sebenarnya secara terbuka dengan menerapkan kejujuran. Tanpa kejujuran dan keterbukaan, kita hanya menemukan topeng-topeng diri kita oleh karena itu dengarlah suara hati nurani kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar